Minggu, 17 Juli 2016

Makassar Part 1: Kuliner Makassar

0

Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan


Touch down Makassar!

10 Januari 2016, sekitar pukul 11 malam (WITA tentunya) pesawat Lion Air Jakarta-Ujung Pandang yang delay ± 1 jam di Bandara Soekarno-Hatta mendarat mulus -seperti paha Mba-mba Korea- di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Singkat kata singkat cerita, bertugaslah gue di Makassar selama ±3 bulan. Jangan tanya “kerja jadi apaan Sel disana?”, pokoknya kerja halal deh, nggak nyolong kok, apalagi nyolong uang rakyat. Cie!

Kesan pertama yang paling nancebhhh dihati tentang Makassar adalah ma-ka-nan-nya. Emang dasar tukang kuliner sih ya, jadi ya gitudeeeee. Kedua adalah tentang budaya/tradisi dan logat bicara native speaker-nya. Ketiga tentang tempat wisatanya. Let’s check this out, baby!

Daging Everyday? Siapa Takut!

Hampir setiap hari makan daging, cuy! Baiklah, untuk hal yang satu ini gue mau mengucapkan banyak terimakasih kepada klien yang udah jadi sponsor full gue dan tim di Makassar. Pada dasarnya gue adalah tipe manusia yang nggak susah kalo urusan makanan, nggak pilih-pilih lah istilahnya. Makan daging-dagingan bisa, sayur-sayuran oke, buah juga hajar aja, semua dimakan. Eitssss, tapi nggak makan temen lho ya!


Berikut ini adalah The Best Nine makanan kas Makassar yang sampai sekarang masih sering dirindukan:

1.    Pallubasa

Pallubasa Serigala plus Alas, finishing-nya pakai perasan jeruk nipis, srundeng, dan sambal. Nggak lupa nasinya sepiring.

Pallubasa Serigala (sering gue sebut Pallubasa Aliando, maklumlah korban sinetron televisi domestik) terletak di Jl. Serigala No. 54, Kec. Makassar, Sulawesi Selatan (based on Google, because pada waktu makan disana nggak perhatiin jalan). Mungkin karena terletak di Jl. Serigala makanya nama tempatnya Pallubasa Serigala. Kalo terletak di Jl. Anaconda Berbisa mungkin namanya jadi Pallubasa Anaconda Berbisa, hmmmm.

Fyi nama-nama jalan disekitar Jl. Ratulangi (hotel tempat menginap) itu pake nama-nama hewan, contohnya ya tadi itu Serigala, ada Jl. Badak, Rusa, Onta, Onta Lama, Singa, Kakatua, Tupai, Beruang, Buaya Buntung, Kadal Bunting, dan lain-lain.

Semacam sup, eh enggak deng, Pallubasa sepertinya masih satu keluarga sama Coto Makassar tapi lebih terasa rempah-rempah dalam kuahnya. Isian dalam Pallubasa juga beragam, ada daging sapi, usus sapi, hati sapi, dan otak sapi. Nah lucunya lagi pas pertama makan disini ditanya sama klien, “mau pakai Alas nggak, Sel?” Gue jawab aja mau. Kirain yang namanya Alas itu adalah alas mangkuknya, ternyata bukan, sodara-sodara! Alas adalah kuning telur mentah (bulat utuh, tapi bukan tahu bulat yang digoreng dadakan, anget-anget) yang dimasukkin dan disajiin dalam mangkuk pallubasa tersebut.

Ewhhhh! Salah pesen nih, dalam hati udah gerutu aja ngeri muntah pas makan karena kuning telur kan smelly-smelly gimana gituuuuuuh. Ternyata pas kuning telur dicampur ke kuahnya dan dimakan, Nyam! Enak, pake banget. Rasa rempah-rempah dikuahnya kuat banget, kayak jamu gitu tapi enak. Ditambah sambal, srundeng, dan jeruk nipis rasanya bakal tambah WOW.

Fyi lagi nih, rata-rata rumah makan di Makassar itu nyediain jeruk nipis secara cuma-cuma disetiap meja, kurang tahu deh kenapa begitu. Mungkin kurang enak dan kurang sedap kalo makanan nggak ditambah jeruk nipis, kayak lagunya Inul ‘bagai sayur tanpa garam kurang enak kurang sedap, dari itu Inul goyang. Hobah!!!’

Pernah sekali waktu kita lagi makan dimana gitu lupa, klien pesen es teh manis. Pas es teh manisnya dateng ditambahin perasan jeruk nipis ke es teh manisnya and he said “Begini caranya biar jadi lemon tea, kalo pesen lemon tea kan harganya lebih mahal (sambil pasang muka cool, seolah abis menemukan benua Eropa).” Iya juga ya!

2.    Coto Makassar
Coto Nusantara Makassar

Coto Makassar yang pernah gue datengin yaitu kedai Coto Nusantara di Jl. Merpati tepatnya dibelakang persis Bank Sulselbar. Apaan sih Coto-coto? Coto itu mungkin sejenis soto-sotoan, masih satu familia sama Soto Lamongan tapi ini kuahnya agak beda, warnanya kecoklatan tapi rasa rempah-rempahnya nggak terlalu strong kayak Pallubasa.

Masih disajikan dalam mangkuk kecil nan imut, isi dari Coto Nusantara ini juga daging sapi, jeroan, dan sejenisnnya. Dan teman pelengkap Coto ini adalah ketupat ukuran mini-mini alias kecil (disana disebutnya apa gitu lupa).

3.    Sop Konro
Sop Konro Bawakaraeng
Yummy! Beralamat di Jl. Gunung Bawakaraeng No. 146, Kec. Makassar, Sulawesi Selatan, kedai Sop Konro ini selalu dipenuhi pengunjung. Pas hari pertama ngantor, makan siangnya langsung kesini. Buat jadi opening kuliner khas Makassar, Sop Konro Bawakaraeng ngga bisa dianggap sepele. Apasiiiiiih!

Isian sop bisa pilih, ada daging, kikil, dan lain-lain. Karena selalu pesen daging jadinya foto diatas merupakan Sop Konro dengan isian daging dari tulang rusuk sapi, ini sih sok tau-nya gue aja dari rusuk sapi, soalnya panjang-panjang gitu tulangnya. Nggak mungkin kan itu tulang rusuknya dia, tulang rusuknya dia mah aku HAHAHAHAHA

4.    Sop Saudara

There’s no photo about Sop Saudara alias Brother Soup maybe because I really fokes to eat that.

Sop Saudara 11/12 sama Sop Konro, jadi yaudah gitu aja. Bye!

5.    Mie Awa’
6.    Mie Titi
7.  Mie Anto

Mie Awa’, Mie Titi, dan Mie Anto adalah nama-nama rumah makan yang berbeda, tetapiiiiiii makanan khas dari masing-masing rumah makan ini sama, yaitu mie kering warna kuning berukuran kecil dan tipis yang disiram kuah kental berisi potongan sawi, ayam, udang, dan cumi-cumi.

Pengunjung yg dateng dikasih saus warna orange (entah saus apa) satu orang satu pake piring kecil gitu, dan sambalnya pakai cabe rawit ijo kecil-kecil (tapi pedes) yang direndam pakai air (airnya juga gatau air apa, air cuka atau apa ya? No idea.)

Biasanya dapur untuk membuat mie kering ini berada diluar, jadi dapurnya bukan didalam dan kompor yang digunakan untuk memasak masih pakai tungku. Terus kenapa? Efek yang ditimbulkan dari tungku tersebut bisa dilihat dalam foto dibawah ini:
Lagi nunggu pesanan datang.
Ngana lihat? Asap everywhere~ berasa lagi pesen makanan terus tiba-tiba ada fogging DBD lewat. Posisi gue ini ada dipojok dalam dari rumah makan, dan tungkunya ada didepan (pojok belakang gue). Kalo Anda-anda yang punya asma akut, lebih baik take away aja, daripada terperangkap dalam ruang nostalgia kepulan asap kayak gini.

Baik Mie Awa’, Mie Titi, dan Mie Anto, semuanya selalu penuh pengunjung kalo jam makan malam, entah kalo jam-jam lainnya. Soalnya kalo ketempat-tempat ini selalu di jam makan malam. Tapi yang paling penuh dan crowded banget itu di Mie Anto karena Mie Anto ngga buka cabang ditempat lain, makanya selalu penuh dan antre sampe tumpe-tumpe.

Waktu gue kesitu aja sampe waiting list dulu didepan rumah makannya nunggu orang didalem selesai makan sambil ileran karena udah laper. Kalo Mie Awa’ dan Mie Titi mereka mempunyai cabang jadi nggak terlalu antre-antre banget kayak di Mie Anto.

8.    Ayam Goreng Sulawesi

Ayam Goreng Sulawesi Hasanuddin berlokasi di Jl. Sultan Hasanuddin 17, Makassar. Ayam goreng satu ini tekstur dagingnya beda sama ayam goreng biasa, agak kenyal-kenyal gimana gitu. Dan satu lagi, sambal cocol Ayam Goreng Sulawesi Hasanuddin itu endemik khas Makassar, jadi ditempat lain ngga ada. Pernah nanya sama klien resep sambal cocol ini buat dipraktekin dirumah, tapi merekapun yang orang asli Makassar nggak tahu apa aja bumbu-bumbunya, katanya pakai resep rahasia yang cuma ada di rumah makan Ayam Goreng Sulawesi aja. Awas tiati ada Plankton yang mau curi resep rahasianya.


9.    Nyuknyang Ati Raja

Kalo kalian lagi di Makassar coba datang ke alamat ini Jl. Gn. Merapi No. 170, Kota Makassar, Sulawesi Selatan buat icip-icip Nyuknyang dan makanan lainnya. Ati Raja sebenarnya adalah nama rumah makan, tapi yang paling terkenal dari rumah makan ini adalah Nyuknyang alias bakso khas Ati Raja yang satu porsi isinya lumayan banyak dan enak! Nggak sempet dan lupa foto Nyuknyang-nya, tapi ini salah satu foto kwetiau kuah yang pernah gue pesen di Ati Raja.
Eh salah. Ini yang udah kosong hahaha kayak kolam cupang ya kuahnya banyak.
Ini dia yang bener, Kwetiau Kuah Ati Raja yang satu porsi isinya buanyak banget (tapi abis).
Itu dia The Best Nine dari makanan khas Makassar. Next post masih tentang Makassar, so wait meh!

Kamis, 14 Juli 2016

[Review] Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

1


“Nih Sel, baca!” Kata seorang teman –sebut saja Doi (karena belum izin buat posting ini ke dia hehehe)-- sambil menyodorkan dua buku bacaan. Satu warna hitam dan satu lagi warna hijau agak kuning-kuning ngambang gitu. Si Doi demen banget sama buku yang berbau-bau sastra, filosofi, politik, agama, pokoknya bukunya banyak banget deh, sampe punya perpustakaan gitu di tempat kostnya. Gue selalu dapet pasokan novel (bukan novel teenlit  ala-ala) dari dia. Pernah sekali waktu nanya gini,
“emang buku-buku diperpustakaan lu ada yang baca?”
“Enggak. Hahahaha” dia jawab sambil cengengesan.
“Lah terus buat apa dibeli?”
“Dibaca, abis itu kalo ada yang mau dikirim, dipaketin.”
“Dikasih aja gitu?”
“Iya.”
Heol!!!!
Nggak mungkin ga ada yang baca. Btw dermawan banget ya bagiin buku secara cuma-cuma. Hmmm. Tapi belum dermawan ah kalo belum traktir gue Domino #kode #abaikan

Baiklah, lupakan tentang Doi.

Lanjut!


Balik lagi ke buku yang tadi dipinjemin Doi, buku yang warna kuning catch my attention banget. Cover depannya gambar burung terbalik berwarna hitam daaaaaaaaaaaaaaan ada tulisan 21+ dicover bagian belakangnya. Nahloh, untung udah #21PlusDikit hahaha. Belakangan setelah baca agak mau habis itu buku, gue tau kenapa cover depannya gambar burung kebalik kayak udah mati gitu. Itu karena tokoh utama yang bernama Ajo Kawir mempunyai “burung-yang-nggak-bisa-bangun” alias bobo cantik terus alias lemas tak bergairah alias mati suri.

Meeeeeeeeen! Ternyata ini novel agak vulgar. Perdana nih baca yang beginian. Ssssstttttttt. Mamah maafkan aku t(-_-t)

Tapi jangan semata-mata dibaca dan diresapi yang vulgar-vulgarnya aja, banyak sisi lain dari ke-vulgar-an itu sendiri yang bisa diartikan positif, I mean bisa jadi pembelajaran dalam hidup ini. Tsaaah!

A novel by Eka Kurniawan, lahir di Tasikmalaya tahun 1975. Ia menyelesaikan studi dari Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1999). (copy-paste dari halaman belakang buku haha)

Menurut orang awam kayak gue tentang novel filsafat seperti ini, cerita dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sangat unik dan penuh makna. Mulai dari nama-nama tokoh yang unik, seperti Ajo Kawir, Iwan Angsa, Paman Gembul, Budi Baik, Si Tokek, Si Macan, Si Kumbang, Si Lumba-lumba. Tapi bohong! Nggak ada Si Lumba-lumba, soalnya dia lagi sibuk atraksi di Gelanggang Samudera. Paanziiiii.

Pada awalnya tokoh utama yang bernama Ajo Kawir diajak oleh sahabat karibnya yang bernama Si Tokek untuk menyaksikan secara diam-diam wanita gila yang diperkosa oleh dua orang polisi yang tak dikenal di sebuah rumah. Saat sedang asik mengintip tiba-tiba Ajo Kawir terpeleset dan menyebabkan dua polisi tersebut memergoki Ajo Kawir yang mengintip kegiatan mereka, sedangkan Si Tokek berhasil sembunyi dibalik semak-semak. Disuruhlah Ajo Kawir masuk dan menyaksikan dua polisi itu memperkosa Rona Merah (nama wanita gila tersebut) dihadapannya.

Dengan badan gemetar dan keringat bercucuran karena takut setengah mati, Ajo Kawir terpaksa melihat adegan demi adegan sampai kedua polisi itu selesai, tak disangka salah satu polisi juga menyuruhnya untuk memperkosa Rona Merah. Sambil ditodongkan pistol ke arah kepalanya, Ajo Kawir membuka celananya tetapi “burungnya” tidak bisa berdiri.

Semenjak kejadian itu, “burung” Ajo Kawir tak lagi bangun. Berbagai cara dilakukan tetap tidak bisa membangunkannya, sekalipun ia menikah dengan seorang gadis yang bernama Iteung.

Sebelum menikah, saat-saat PDKT lah istilah bekennya, ada satu part dimana Iteung terang-terangan bilang kalo dia suka sama Ajo Kawir, pas ujan lagi bilangnya. Drama banget nggak tuh. Tapi ditolak sama Ajo Kawir, alasan utamanya karena Ajo Kawir ga mau ngecewain Iteung kalo nanti mereka nikah ternyata, surprise! Si burung nggak bisa bangun. Ajo Kawir nggak bilang yang sebenarnya pada Iteung, belum saatnya, ia pikir.

Semenjak itu Iteung nggak pernah hubungin Ajo Kawir lagi. Di satu sisi, Ajo Kawirlah yang merasa sangat kehilangan. Ia tidak bisa tidur dan sering mabuk-mabukan karena memikirkan Iteung, gadis yang dikasihinya. Akhirnya Ajo Kawir yang tidak kuasa membendung kerinduannya (ahoy!) memutuskan untuk menemui Iteung. Ia berhasil menemui Iteung di kolam ikan milik Pak Lebe dimana ia pertama kali bertemu Iteung. 

Ditempat itu Ajo Kawir dan Iteung terlibat perkelahian. Iteung memang memiliki keahlian bela diri dan termasuk dalam geng apalah namanya itu lupa, geng yang sering berkelahi deh pokoknya. Babak belur Ajo Kawir dihajar oleh Iteung, satu lagi, ia tidak melawan dan hanya tersenyum sambil menahan bertubu-tubi pukulan yang dilesakkan oleh Iteung. Badannya boleh sakit, lebam, dan penuh darah, tetapi hatinya diliputi kebahagiaan karena ia bisa kembali melihat pujaan hatinya, dihadapannya, sedang menghajar dirinya.

Di akhir perkelahian Ajo Kawir berkata lirih, seperti berbisik “Iteung, Aku mencintaimu.” And finally setelah Ajo Kawir nembak Iteung ala-ala film perang jaman dulu yang harus berdarah-darah heula baru romantis-romantisan, mereka jadian dan berencana menikah. Waaah happy ending ya ceritanya?

Eitsssss, jangan sedih. Cerita nggak berakhir di Januari disitu. Ternyata setelah mereka menikah, Iteung hamil (bukan anak ajo Kawir pastinya karena yhaaa tau sendiri alasannya apa), kemudian Ajo Kawir pergi dari rumah karena merasa kecewa dengan Iteung. Ia menjadi supir truk, berkelana menjadi seseorang yang “tenang” dan tidak mau berkelahi lagi (karena dulu ia sering berkelahi). Ia merasa “burungnya” yang “tenang” itu telah mengajarinya banyak hal mengenai hidup ini. Tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan otot, dengan emosi, dengan menggebu-gebu, dengan berkelahi. Permasalahan juga bisa diselesaikan dengan “tenang”.

Kalo penasaran dengan endingnya si “burung” bisa bangun lagi atau enggak, coba silahken kalian baca sendiri bukunya ya. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan.

Annyeong!!!

Minggu, 10 Juli 2016

[Review] Jilbab Traveler, Love Sparks In Korea

1


“Wah ada film Indonesia yang latar tempatnya di Korea nih, nonton ah!” Kira-kira begitu niat awal buat nonton film ini. Maklum lah, almamater kpopers pas SMK dulu masih kebawa-bawa sampe sekarang. Kalo ada yang berbau-bau Korea, langsung excited.


Nah kebetulan banget tanggal 8 Juli 2016 kemarin pas lagi liat-liat Instagram, ada postingan dari akun Mba Asma Nadia yang bilang kalo hari itu bakal ada sesi “foto bareng” beliau dan Bang Morgan (Abang banget sel?) di Kramat Jati XXI. Pucuk dicinta, ulampun tiba. Hari itu emang udah ada niat nonton film Jilbab Traveler, di Kramat Jati pula. Eh bonusnya bisa foto bareng sama Mba Asma Nadia dan Bang Morgan.


Tiketnya dicoret pake pulpen merah pas minta foto sama Penulis dan Cast-nya.

Ini penampakan foto bareng mereka berdua. Kayak agen-agen MLM ya posenya? Hahaha pencetus pose jejempolan begitu adalah Bang Morgan, jadi aja gue sama Mba Asma ikutan pose begitu.

Belum afdol kalo belum selfie
Mau peluk L tapi kata Pak Ustadz bukan muhrim....
Oke, tinggalkan tentang Pak Ustadz. Kita lanjut mengenai cerita film Jilbab Traveler, Love Sparks In Korea. Film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama dari penulis terkenal Indonesia yaitu Asma Nadia memiliki tokoh utama bernama Rania yang diperankan oleh Bunga Citra Lestari dan Hyun Geun yang diperankan oleh Morgan Oey. Rania merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara yang mempunyai riwayat gegar otak (nggak tahu karena apa soalnya nggak dijelasin dalam film) dan nggak bisa melanjutkan kuliah dikarenakan hal itu. Sang Bapak yang nggak mau melihat Rania patah semangat, memberikan motivasi agar Rania bisa menjadi seorang Ibnu Batutah baginya, seorang penjelajah muslim yang berhasil keliling dunia dengan tujuan untuk mentafakuri ciptaan Allah SWT.

Berkat dorongan sang Bapak, Rania berhasil menjelajah ke banyak negara didunia, yaitu Arab Saudi, Afrika, India, Perancis, Jerman, dan masih banyak lagi, tetapi negara impian yang sangat ingin dia kunjungi adalah Palestina. Selain menjadi traveler muslim, Rania juga menjadikan perjalanannya sebagai sumber inspirasi untuk tulisan-tulisannya, ia juga seorang penulis. Nah suatu ketika saat Rania sedang berda di luar negeri, ia mendapat telepon dari ibunya yang mengabarkan sang Bapak sakit. Rania kemudian pulang ke Indonesia dan menemani beliau. Tapi sang Bapak nggak mau Rania pulang dan berhenti menjadi traveler hanya karena kondisinya, beliau malah memberi sebuah foto dirinya bersama istrinya dengan latar belakang tempat di Taman Nasional Baluran dimana beliau dan sang Ibu menemukan cinta. Beliau meminta Rania untuk pegi kesana.

Dari situlah Rania awal Rania bertemu Hyun Geun yang merupakan seorang fotografer traveler muslim yang berasal dari Korea dan Alvin yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman sebagai guide Hyun Geun. Accidentally mereka bertiga pergi ke Kawah Ijen karena Hyun Geun sama Rania adu cupang pendapat tentang keindahan alam masing-masing negaranya, Rania pengen nunjukkin ke Hyun Geun kalo Indonesia ini super duper indah. Nah dari sini Hyun Geun ternyata mulai suka sama Rania tapi Rania tiba-tiba dijemput sama Mas Ilhan yang diperankan oleh Giring Nidji karena Bapak Rania meninggal dunia. Semenjak kematian Bapaknya, Rania berjanji untuk selalu ada buat nemenin Ibunya dan berhenti jadi traveler.

Latar belakang tempat di Korea dimulai saat Rania menerima undangan untuk menulis disana. Berkat support dari Ibunya, Rania berani untuk melanjutkan mimpinya, yaitu menjadi Jilbab Traveler. Disana ia ditemani Alvin dan Hyun Geun. Cerita mulai complicated nih di Korea, karena ternyata sodara-sodaraaaaaaa, Rania juga suka sama Hyun Geun dan ia mulai mengerti kenapa Bapaknya ngasih liat foto Ibu-Bapaknya di Baluran, ia mengerti bahwa dalam menjelajah suatu tempat akan lebih bermakna jika kita bersama dengan orang yang kita cintai, menyelami semua itu dengan rasa bahagia yang luar biasa, yaitu bersama Hyun Geun. Dan epic-nya lagi Hyun geun udah punya pacar, mau tunangan malah. Rania patah hati. Rania sedih, duduk sendiri, ada tali, kugantung diri, talinya putus, digigit tikus, tikusnya empat, punya pak camat. Rania akhirnya dijemput Mas Ilhan dan mereka memutuskan untuk menikah setelah Ilhan melamar Rania di antara ribuan love locks-nya Namsan Tower. Uuwwwww so sweet.

Tapi kalo yang namanya belum jodoh mah ya mau gimanaaaaa.......
Rania tahu dari Alvin kalo ternyata Hyun Geun nggak suka sama pacarnya, dia cuma mau balas budi dan bayar hutang aja soalnya Bapaknya pacarnya itu yang biayain pengobatan Ibunya Hyun Geun sebelum meninggal. Setelah membayar hutang tersebut, Hyun Geun memutuskan pergi ke Palestina untuk menjadi relawan dan saat terjadi konflik antara Israel-Palestina, Hyun Geun terkena bom yang mengharuskan tangan kanannya diamputasi. Mas Ilhan yang baper karena tahu Rania masih punya rasa sama Hyun Geun akhirnya ngebatalin pernikahan mereka dan nganterin Rania ke Korea buat ketemu Hyun Geun.

Kata-kata terakhir yang dibilang Rania ke Hyun Geun gini nih “Kamu curang udah ke pernah Palestina (sambil mesam-mesem). Kamu telah mencuri mimpiku, tapi aku suka kamu yang mencuri mimpiku.”

Udah deh mereka pandang-pandangan diatas gunung batu gitu (skip nama gunungnya, no idea). Dan tamat. Happy ending. Untuk keseluruhan, ceritanya bagus karena menyelipkan unsur motivasi untuk bisa menjelajah dunia untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta budaya dan tradisi dari suatu negara, konflik keluarga dan percintaannya juga bagus. Pssttt jangan bilang siapa-siapa ya kalo gue sampe berkaca-kaca pas Rania pulang dan ketemu bapaknya yang lagi sakit. Paling nggak bisa deh kalo udah bawa-bawa family stories.

Dan yang paling keren adalah latar belakang dari cerita tersebut yang banyak mengambil gambar keindahan-keindahan alam maupun social life di Indonesia maupun di Korea Selatan, dan itu semua merupakan must-visit-list dalam hidup gue (oke ini lebay), yaitu Kawah Ijen, Taman Nasional Baluran, Namsan Tower, Nami Island, gunung berbatu-batu itu (tetep skip, nggak tahu namanya), suasana malam di Korea Selatan yang crowded-crowded nyenengin gitu dilihatnya, snow fall  beserta seluncuran es, pokoknya Daebak deh klo untuk latar pengambilan gambarnya.

Oke, sepertinya segitu dulu mengenai review film Jilbab Traveler, Love Sparks in Korea. Annyeongggggg!!